Keistimewaan Semut dalam Al Quran
Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formisidae,
dan semut termasuk dalam ordo Himenoptera bersama dengan lebah dan
tawon. Semut terbagi atas lebih dari 12.000 kelompok, dengan
perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan
koloni dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari
ribuan semut per koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut
pejantan, dan ratu semut. Satu koloni dapat menguasai dan memakai
sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka. Koloni
semut kadangkala disebut superorganisme dikarenakan koloni-koloni mereka
yang membentuk sebuah kesatuan.
Semut adalah hewan terkuat didunia. Walaupun tubuhnya kecil, ia mampu
menopang benda dengan beban 50 kali dari beban tubuhnya. Jika diadukan
dengan hewan sangat besar seperti gajah atau gorilla, yang hanya mampu
menopang benda maksimal sampai 3 kali dari beban tubuhnya.
Nah, itulah sekilas tentang semut. Lalu, apa hubungannya dengan Al-Qur’an? Allah SWT berfirman: “Hingga
ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai
semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak
oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS.An-Naml: 18). Dalam ayat itu, ada 2 hal yang membuktikan kehebatan Al-Qur’an dalam mendeskripsikan semut:
1. Dalam ayat itu, Allah SWT menggunakan dhomir hiya untuk
semut yang memerintah semut2 lainnya. Secara tersirat, Allah ingin
menegaskan bahwa semut dipimpin oleh ratu. Hal itu dibuktikan oleh
penelitian akhir-akhir ini.
2. Lalu, ratu itu berinisiatif untuk menyelamatkan semut-semut
lainnya dengan memerintahkan semut lainnya untuk masuk ke dalam sarang
mereka masing-masing. Hal ini mengindikasikan bahwa semut memiliki rasa
sosial dan peduli yang tinggi. Sang ratu tidak menyelamatkan diri
sendiri, tapi juga mengajak rakyat-rakyatnya. Bukti itu pun baru terkuak
akhir-akhir ini. Rasa peduli ini patut dicontoh oleh pemimpin-pemimpin
manapun (bahkan oleh org2 awam seperti kita). Hal ini tergambar dalam
doa Nabi Sulaiman AS di ayat selanjutnya: “…Dan dia berdoa,”Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu…” Wallahu a’lam bish-shawwaab… Semoga bermanfaat
Muhammad Jauhar Al-Fatih
sumber : disini